A.
Latar
Belakang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat
AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia
yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan
sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini
timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti
teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana
dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai
suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
Dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup
di Amerika Serikat, yaitu National Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun
1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2)
(C) menyatakan, “Semua usulan legilasi dan aktivitas pemerintah federal yang
besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan
diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analsis Dampak
Lingkungan) tentang usulan tersebut”[1].
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama
kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16
Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal
5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL).Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut
berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan.
Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak
terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham
holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fissik/kimia saja namun meliputi
pula lingkungan sosial[2].
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986
tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986
diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993.
Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan
AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL
dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak
diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL).[3]
Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan
tidak hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar
dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses
pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan
yang ada maka di harapkan akan berdampak positip pada recovery ekonomi pada
suatu daerah[4].
Penerapan AMDAL di
Indonesia tak semudah dinegara Barat,karna kondisi masyarakat yang berbeda yang
tidak dapat sepenuhnya meberikan dukungan terhadap pemerintah.pelaku usaha dan pemerintah
daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan,kita bisa lihat berbagai
kasus Lingkungan hidup diberbagai daerah di Indonesia yang banyak menyimpang
dari AMDAL, salah satu contohnya adalah daerah Makassar dengan kasus Kasus
revitalisasi lapangan karebosi dan daerah Batam dengan Kasus Limbah industry di
pulau Batam
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan dikaji antara
lain:
1. Bagaimanakah
Kasus revitalisasi lapangan karebosi berkaitan dengan AMDAL ?
2. Bagaimanakah Kasus
Limbah industry di pulau Batam berkaitan dengan AMDAL?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus revitalisasi lapangan
karebosi berkaitan dengan AMDAL
1.
Latar
Belakang masalah
Kota
Makassar yang merupakan salah satu kota Metropolitan di Indonesia memerlukan
sarana dan prasarana kota yang lebih memadai untuk mendukung aktifitas
penduduknya yang berjumlah lebih kurang 1,6 juta jiwa pada siang hari dan lebih
kurang 1,4 juta jiwa pada malam hari, yang umumnya beraktifitas pada kawasan
perekonomian. Dan salah satu pusat perekonomian kota makassar adalah kawasan
sekitar lapangan karebosi.
Lapangan
Karebosi yang merupakan titik nol Kota Makassar merupakan salah satu landmark
kota, pusat kegiatan olah raga, seni dan tempat pelaksanaan upacara baik oleh
instansi pemerintahan maupun swasta di Kota Makassar, namun pada saat-saat
tertentu lapangan karebosi kurang maksimal untuk kegiatan tersebut hal ini
disebabkan karena lapangan tersebut tergenang air bila terjadi hujan dan sangat
berdebu/kering pada musim panas.
Guna
maksimalnya pemanfaatan lapangan karebosi dan untuk mengatasi dampak tersebut
diatas, Pemerintah Kota Makassar perlu melaksanakan penataan kawasan secara
terpadu tanpa merubah fungsi utama sarana dan prasarana kota khususnya lapangan
karebosi.
Revitalisasi Lapangan Karebosi adalah public
space yang terintegrasi dengan fungsi komersil (pertokoan) bawah tanah (under
ground) merupakan alih fungsi, yang semula fungsi tata hijau dan kawasan
resapan air menjadi fungsi mixed land use, selain memerlukan persyaratan
perijinan kawasan dan kajian keamdalan dan kelayakan fungsi, terutama
dimaksudkan untuk mengkaji aspek lingkungan, sebagaimana dijelaskan dalam
Pedoman peraturan menteri Pekerjaan Umum no. 06/PTR/M/2007 tentang pedoman umum
rencana tata bangunan dan lingkunan dan Undang-Undang RI No. 28/2007 tentang
bangunan gedung.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar
dalam rangka melakukan revitalisasi lapangan karebosi memang mengalami pro dan
kontra dari masyarakat Kota Makassar. Akan tetapi, alasan yang menjadi dasar Pemerintah
Kota Makassar untuk merevitalisasi lapangan karebosi yaitu penataan dan
revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan daerah dalam usaha
menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan
kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta
terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.
Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam
merevitalisasi karebosi saat ini, selain menuai pro dan kontra, juga
menimbulkan beberapa polemik sehingga dapat mempengaruhi stabilitas
bermasyarakat Kota Makassar. Salah satu yang menjadi polemic dan menjadi sorotan
dalam revitalisasi lapangan karebosi adalah karna tidak memiliki dokumen
seperti Izin mendirikan bangunan (IMB), Izin mengenai dampak lingkunagan
(AMDAL) UP/UKL dan AMDAL lalu Lintas.
Fakta ini berdasarkan hasil temuan pimpinan
dan anggota DPRD Kota makassar dalam peninjauan pada proyek pengerjaan
revitalisasi lapangan karebosi. Tidak jelasnya AMDAL karebosi padahal
revitalisasi merupakan usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup karena dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial budaya. Adapun
AMDAL No. 669/788/DPLHK/VII/2007 diterbitkan tidak sesuai dengan prosedur
sebagaimana diatur dalam PP No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis mengenai dampak
lingkungan.
Polemik seputar revitalisasi Karebosi masih
terus bergulir. Salah satu pokok persoalan yang dijadikan polemik masih
berkutat di sekitar status kepemilikan lahan yang belum jelas, proses
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang menyalahi aturan, pengadaan dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) salah prosedur, pembangunan kawasan
komersial yang menyalahi fungsi kawasan, serta isi perjanjian kerjasama (MOU)
antara Pemerintah Kota dengan PT.Tosan Permai sebagai pihak kedua dalam
perjanjian tersebut. Dalam proses revitalisasi Karebosi ini, dalam perjanjian
antara kedua belah pihak tersebut mengindikasikan terjadi keuntungan pada salah
satu pihak saja.
Proses legitimasi kekeliruan Pemerintah Kota
Makassar yang sangat substantif kegiatan
revitalisasi Karebosi terletak pada prosedur dan mekanisme penerbitan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), dan penyiapan dokumen AMDAL. Dinas Tata Ruang dan Bangunan menerbitkan dan
memberikan IMB revitalisasi Karebosi kepada PT Tosan Permai Lestari tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAL. Kekeliruan tersebut jelas telah melanggar
Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 15, ayat (1), huruf
"d", bahwa :
“Setiap orang dalam mengajukan permohonan
izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
wajib melengkapi dengan hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.”
Kemudian Pasal 15 ayat (1) UU No 23/1997
menyatakan bahwa:
“setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)”.
2. Tanggapan Mengenai masalah “Amdal” Karebosi
Dalam konsep revitalisasi Karebosi ini,
terlihat jelas adanya penyimpangan dari revitalisasi ini. Terkait dengan hal tersebut, dapat dikatakan
terjadinya pelanggaran hukum yakni memiliki AMDAL yang menyalahi prosedur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jadi berdasarkan ketentuan tersebut jelas
terlihat bahwa setiap rencana usaha atau kegiatan yang dilakukan terlebih
dahulu harus memiliki AMDAL.
Dalam
revitalisasi Lapangan Karebosi, pelaksanaan pekerjaan revitalisasi lapangan
karebosi baru dapat dimulai setelah persyaratan administrasi dipenuhi, diantara
lain yaitu Gambar Rencana Tata Letak (Blok Plan), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), Amdal Lalu Lintas Kendaraan, Amdal Lingkungan dan atau UPL/UKL, Rencana
kerja dan syarat (Bestek) serta spesifikasi teknis bangunan secara umum.
Berdasarkan hal yang telah dikemukan diatas,
hubungan antara diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan
dikeluarkannya AMDAL adalah IMB sebagai persyaratan untuk mendirikan bangunan
dibutuhkan adanya AMDAL, akan tetapi dalam kasus revitalisasi Lapangan Karebosi
ini, IMB terlebih dahulu dikeluarkan barulah AMDAL atas Lapangan Karebosi
dikeluarkan. Dalam hal ini, dibutuhkan adanya kepastian hukum bagi kedua belah
pihak, baik itu pihak pertama yaitu Pemerintah Kota Makassar sebagai pihak
pertama yang menguasai Lapangan Karebosi, dan juga PT.Tosan Permai Lestari
sebagai pemenang tender.
Setiap rencana usaha atau kegiatan yang
dilakukan terlebih dahulu harus memiliki AMDAL. Dalam konteks kenyataannya,
revitalisasi Karebosi yang tidak memenuhi prosedur sebagaimana yang ditentukan
dalam UU No. 23 Tahun 1997 dan PP No. 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL. Selain
permasalahan yang muncul dari hal IMB, AMDAL, dari bidang pelelangan konstruksi
muncul juga terlihat suatu permasalahan yang signifikan, yaitu tindakan
Pemerintah Kota Makassar dalam melakukan perjanjian kerjasama Bangun Guna
Serah dengan pihak ke-3 dalam hal ini
PT.Tosan Permai Lestari, didahului dengan proses tender atau lelang.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut, fakta
adanya penerbitan IMB revitalisasi Karebosi, tender konstruksi, dan pelaksanaan
kegiatan konstruksi fisik yang dilakukan sebelum adanya dokumen AMDAL, jelas
telah menyalahi ketentuan hukum yang berlaku.
Aspek legitimasi lain yang menjadi polemik dalam kegiatan revitalisasi
Karebosi, adalah menyangkut status kepemilikan lahan, dikarenakan minimnya
bukti legitimasi atas status lahan Karebosi.
Sedangkan dalam Pasal 18 menegaskan :
“setiap kegiatan pembangunan yang diprediksi
akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, belum dapat
ditenderkan sebelum adanya rekomendasi AMDAL/RKP/RPL”.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut fakta
adanya penerbitan IMB revitalisasi lapangan karebosi, tender konstruksi dan
pelaksanaan kegiatan konstruksi fisik sebelum adanya dokumen amdal jelas telah
menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Membangun tanpa amdal berarti berisiko
besar terhadap kelestarian lingkungan padahal Allah swt sudah menegaskan dalam
firmannya surat HUUD ayat 116.
***
B. Kasus Limbah industry di pulau
Batam
1.
Latar
Belakang Masalah
Sebanyak 575 dari 719
perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau
Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang
digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya
secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke
sejumlah dam penghasil air bersih[5].
Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan
industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak
terkontrol. Salah satu industri berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil
limbah B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot[6].
Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang dikelola Otorita Batam
(OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial
kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan
segalanya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah kawasan industri
tanpa mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar hokum Semenjak Pemerintah
Kota (Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa
Pulau Batam yang kita bangga-banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya
sudah rusak parah.
Selama
ini bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak
kita sadari.. Sebenarnya, jika berbicara limbah maka bukan saja hanya
dihasilkan oleh industri namun juga ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya
yang ditimbulkan tidak seriskan limbah industry.Kerusakan itu bisa dibuktikan
lewat hasil Citra Landsat yang dilakukan Pemkot Batam. Pada tahun 1997 sudah
mulai tampak tanda-tanda kerusakan, yang ditunjukkan lewat tanda bolong-bolong
di seantero kawasan Pulau Batam. Pada akhir tahun 2002, melalui Citra Landsat
pula, diketahui bahwa kondisi alam di Pulau Batam sudah semakin parah
keadaannya.
Dalam
catatan Bapedalda Kota Batam, ada seluas 2.761 hektar hutan lindung dan hutan
wisata yang dirusak. Selain itu, 300 hektar lahan dibakar atau terbakar, dan
1.200 hektar menjadi kawasan perumahan liar. Luas hutan lindung di Batam
tercatat 12.000 hektar lebih. Sekretaris Tim Pengendali Lingkungan Hidup (TPLH)
Otorita Batam (OB), Dendi Purnomo, tak membantah data yang dikemukakan pihak
Bappedalda Kota Batam, bahwa hanya 144 perusahaan di Pulau Batam yang memiliki
Amdal.sesuai data TPLH OB, kawasan industri yang memiliki Amdal berjumlah
empat, yaitu Batamindo, Panbil, Citra Tubindo, dan Bintang Industrial Park.
Dari keempatnya, yang memiliki UPL hanya Batamindo dan Panbil.
2.
Tanggapan Mengenai masalah Limbah industry di
Batam
Terlalu
banyak pabrik di pulau Batam, karena kita tahu bahwa Batam adalah salah satu
kota industry, maka dari itu pabrik menjamur dimana-mana. Sebenarnya itu
menjadi hal postif karena itu akan mendongkrak ekonomi kota batam. Tapi ternyata
tidak sedikit pabrik-pabrik di Batam yang mengabaikan analisa mengenai dampak
lingkungan (AMDAL). Itu mengakibatka banyak limbah dari pabrik yang tidak
mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan menghasilakan limbah pabrik
yang berbahaya dan beracun, dan dalam hal ini pemerintah ahrus lebih mengontrol
dan menindak tegas keberadaan pabrik-pabrik yang tidak mengantongi AMDAL,
karena pabrik tersebut bukannya memberikan dampak postif malah dampak negative
yang berbahaya bagi masyarakat kota Batam.
Saya
cukup respect dengan hal di atas, karena terlalu banyak pabrik di kota.
Harusnya pemerintah daerah setempat sudah memulai memikirkan untuk melakukan
pembatasan atas izin pabrik yang akan masuk. Karena diliihat dari fakta di atas
terlalu banyak pabrik yang tidak mengantongi analisis mengenai dampak
lingkungan. Hali ini akan membahayakan kesehatan masyarakat batam. Karena
limbah berbahaya dimana-dimana. Selain itu limbah yang menuju ke laut tersebut
akan merusak ekosistem biota laut yang ada.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan
ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai
beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan
pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu
juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan
tersebut.
Sehingga
segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air
limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu
industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut
tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal sebenarnya
sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan adalah
tempat pembuangan limbahnya. Apabila peraturan yang ada ditaati oleh semua
pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran pastinya akan terbendung.
***
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan Uraian Pada Pembahasan, dapat
disimpulkan hal sebagai berikut :
1.
Penerapan AMDAL di Indonesia tak
semudah dinegara Barat,karna kondisi masyarakat yang berbeda yang tidak dapat
sepenuhnya meberikan dukungan terhadap pemerintah.pelaku usaha dan pemerintah
daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan,kita bisa lihat berbagai
kasus Lingkungan hidup diberbagai daerah di Indonesia yang banyak menyimpang
dari AMDAL, salah satu contohnya adalah daerah Makassar dengan kasus Kasus revitalisasi
lapangan karebosi dan daerah Batam dengan Kasus Limbah industry di pulau Batam
2.
Kebijakan
Pemerintah Kota Makassar dalam merevitalisasi karebosi saat ini, selain menuai
pro dan kontra, juga menimbulkan beberapa polemik sehingga dapat mempengaruhi
stabilitas bermasyarakat Kota Makassar. Salah satu yang menjadi polemic dan
menjadi sorotan dalam revitalisasi lapangan karebosi adalah karna tidak
memiliki dokumen seperti Izin mendirikan bangunan (IMB), Izin mengenai dampak
lingkunagan (AMDAL) UP/UKL dan AMDAL lalu Lintas. Setiap rencana usaha atau
kegiatan yang dilakukan terlebih dahulu harus memiliki AMDAL. Dalam konteks
kenyataannya, revitalisasi Karebosi yang tidak memenuhi prosedur sebagaimana
yang ditentukan dalam UU No. 23 Tahun 1997 dan PP No. 27 Tahun 1999 Tentang
AMDAL.
3. Sebanyak
575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri
(PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan
(Amdal) seperti yang digariskan. Itu mengakibatka banyak limbah dari pabrik
yang tidak mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan menghasilakan limbah
pabrik yang berbahaya dan beracun, dan dalam hal ini pemerintah ahrus lebih
mengontrol dan menindak tegas keberadaan pabrik-pabrik yang tidak mengantongi
AMDAL, karena pabrik tersebut bukannya memberikan dampak postif malah dampak
negative yang berbahaya bagi masyarakat kota Batam.
B. Saran
Implementasi
AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namu perlu
juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia.
Karena semua tahu bahwa proses pembangunan di gunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi
AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada maka di harapkan akan berdampak
positip pada recovery ekonomi pada suatu daerah
DAFTAR PUSTAKA
Antonio lela
taci., ‘Penerapan Amdal dalam pembangunan berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan”, sebagaimana dimuat dalam http://soarescom.wordpress.com /abiotika /amdal-avaliasaun-impacto-ambiental/
diakses Pada Tanggal 14 mei 2012 pukul
10.33 wita
Mukono., ‘analisis mengenai dampak lingkungan amdal dan-faktor recovery ekonomi”,
sebagaimana dimuat dalam http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal-dan-faktor-recovery-ekonomi/diakses
Pada Tanggal 14 mei pukul 10.35 wita
Wilrid wily., ‘Analsis dampak lingkungan”, sebagaimana dimuat dalam http://
wilfridwilly.blogspot.com/2011 /11/analisis-dampak-lingkungan.html / diakses Pada
Tanggal 14 mei 2012 pukul 10.33 wita
Sebagaimana dimuat
dalam Kompas, 18 Maret 2003
[1]
Sebagaimana yang diungkap oleh kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3)
[1]
Antonio lela taci.,
‘Penerapan Amdal dalam pembangunan
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan”, sebagaimana
dimuat dalam
http://soarescom.wordpress.com/abiotika/amdal-avaliasaun-impacto-ambiental/
diakses Pada Tanggal 14 mei 2012 pukul
10.33 wita
[2]
Mukono.,
‘analisis mengenai dampak lingkungan
amdal dan-faktor recovery ekonomi”,
sebagaimana dimuat dalam
http://mukono.blog.unair.ac.id/2009/09/09/analisis-mengenai-dampak-lingkungan-amdal-dan-faktor-recovery-ekonomi/diakses
Pada Tanggal 14 mei pukul 10.35 wita
[3]
Wilrid wily.,
‘Analsis dampak lingkungan”,
sebagaimana dimuat dalam http://wilfridwilly.blogspot.com/2011
/11/analisis-dampak-lingkungan.html / diakses Pada Tanggal 14 mei 2012 pukul 10.33 wita
[4] Wilrid
wily.,
‘Analsis dampak lingkungan”,
sebagaimana dimuat dalam http://wilfridwilly.blogspot.com/2011
/11/analisis-dampak-lingkungan.html / diakses Pada Tanggal 14 mei 2012 pukul 10.33 wita
[5] Sebagaimana
dimuat dalam Kompas, 18 Maret 2003
[6] Sebagaimana yang
diungkap oleh kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus